Selamat Datang Dirumahku..
Selamat Datang Pengelana Dunia Alam Maya..
Saya Fina, seorang introvert yang menyukai keheningan tapi pembenci sepi. Seorang pemelow yang suka hujan, pohon, matahari terbit, senja dan malam.
Aku persilahkan jika kalian ingin membaca..
Selamat Mencinta para pengelana..
http://langkahsemut.blogspot.com/2013/06/sedikit-tentang-aku.html
PT. A mempunyai
penghasilan neto fiskal 2006 sebesar Rp. 500.000.000. Tahun lalu PT. A menglami
kerugian sebesar Rp. 150.000.000. Pajak yang dapat dikreditkan adalah:
PPh 22: Rp. 9.000.000
PPh 23: Rp. 7.000.000
PPh 24: Rp. 5.000.000
Selama tahun 2006 PT. A
membayar angsuran PPh 25 sebesar Rp. 10.000.000
Pertanyaan:
1.Hitunglah besarnya pajak terutang?
2.Berapa besarnya pajak yang dapat
diperhitungkan PT. A sebagai kredit pajak?
3.Hitung;ah besarnya PPh
kurang/lebih bayar
4.Buatlah jurnal yang dibuat PT. A
Jawaban:
1. Penghasilan neto fiscal
Rp.
500.000.000
Kompensasi kerugian Rp.
150.000.000
Penghasilan kena pajak Rp.
350.000.000
Pajak terutang:
10% x Rp.
50.000.000 Rp. 5.000.000
15% x Rp.
50.000.000 Rp. 7.500.000
30% x Rp. 250.0000.000 Rp. 75.000.000
Jumlah pajak terutang Rp. 87.500.000
2. Kredit pajak PT. A =
PPh 22 + PPh 23 + PPh 24 + PPh 25
Koreksi fiskal adalah koreksi terhadap
penghasilan netto komersial yang terdapat dalam laporan laba rugi dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya. Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut
perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2000), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terhutang,
terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi
fiskal sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2000. Dengan demikian, untuk keperluan
perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup
membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada
waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi
fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun
terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Koreksi Fiskal terdiri dari :
vKoreksi fiskal positif
Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian
yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif
diantaranya:
a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan
kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai
pengurang PKP
c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti
penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak
e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang
sudah dikenakan PPh Final
vKoreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiscal negative dalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan
menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan
menurrun.
Koreksi fiskal negatif
diantaranya :
a. Biaya yang
diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih
amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
b. Penghasilan
yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
c. Penghasilan
yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
2.1 Jenis – jenis Koreksi
Fiskal
Jenis koreksi fiskal merupakan jenis-jenis
perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 17 Tahun
2000) yaitu terdiri dari :
1.Beda Tetap (Permanent Differences)
Adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau
biaya berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.
Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan
PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen
yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia.
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan,
sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehinggam dipisahkan (tidak
perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terhutang.
Misalnya ; Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah
dipotong PPh final oleh Bank
sebesar 20%
Menurut akuntansi komersial merupakan beban
(biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan (Pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2000, misalnya:
-Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh
penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
-Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
-Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan
kenaikan.
-Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat
dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar
nominatif biaya entertainmen, daftar nominatif atas penghapusan piutang).
2.Beda Waktu (Timing
Differences)
Adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini
mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun
pajak ke tahun pajak lainnya. Misalnya metode penyusutan fiskal lebih besar
daripada penyusutan komersial namun di akhir tahun jumlah penyusutan menurut
fiskal dan komersial akan menjadi sama.
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan
akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan
koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·Penerimaan penghasilan cash
basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan
tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip
matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh,
penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan
biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·Perbedaan metode
penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
·Perbedaan metode penilaian
persediaan, dimana menurut Undang-undang PPhmetode
penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
·Penyisihan piutang tak tertagih,
dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak
diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
·dan sebagainya
Koreksi atas beda
waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan
diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya.
Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan
koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan
berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif
maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
a.Wajib pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperolehkan mehitung
penghasilan neto dengan mengguanakan NormaPenghitungan Penghasilan Neto
berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU Pajak Penghasilan.
b.Wajib Pajak Orang Pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
ØSyarat-syarat Pencatatan
1.Pencatatn harus dibuat secara
lengkap dan benar, sertadidukung dengan dokumen yang dijadikan dasar
penghitungan peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, serta
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak
yang bersifat final.
2.Pencatatan dalam suatu Tahun pajak
meliputi jakngka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1 Januri sampai dengan 31
Desember.
3.Pemcatatan dan dokumen yang
menjadi dasar pencatatan haruis disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau
tempat kegiatan usaha dilakukan selama 10 tahun terhiting sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak.
4.Pencatatan terdiri atas data yang
dikumpulkan secara tertaur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat
final.
5.Pencatatan sebagaimana harus dapat
menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah
penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, sehingga dapat dihitung
besarntya pajak terutang.
6.Bagi Wajib Pajak yang mempunyai
lebih dari satu jenis usahah dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat
menggambarkan secara jelas jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari
massing-masing jenis usaha dan/atau trempat usaha yang bersangkutan.
ØTata Cara Pencatatan
1.Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usahaatau pekerjaan harus mencatat peredaran atau penerimaan
bruto, dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak bersifat final, dengan bentuk tata cara sebagaimana yag
ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2.Wajib Pajak Orang Pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan
bruto dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana
yang ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak yang di
kecualikan dari kewajiban penyelenggarakan pembukuan dan melakukan pencatatan
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak Wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Tujuan Penyelenggaraan
Pembukuan dan Pencatatan
1.Tujuan Pembukuan adalah untuk
mempermudah:
·Pengisian SPT
·Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak
·Penghitungan PPN dan PPnBM
·Mengetahui posisi keuangan
dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas
2.Tujuan Pencatatan adalah untuk
mempermudah:
·Pengisian SPT
·Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak
·Penghitungan PPN dan PPnBM
Tempat Penyimpanan
Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan dan dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi online Wajib Pajak, harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahin
di Indonesia dengan ketentuan;
1.WP Orang Pribadi, ditempat
kegiatan atau tempat tinggal
2.WP Badan, di tempat kedudukan
Perubahan Tahun Buku
dan Metode Pembukuan
Pembukuan diselenggarakan
dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.Perubahan
tahun buku dan perubahan metode pembukuan harus mendapat persetujuan Direktur
Jenderal Pajak.
Kewajiban
pembukuan menurut peraturan Perundang-undangan perpajakan telah diatur dalam
Pasal 28 tentang Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada
prinsipnya Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di
Indonesia, wajib menyelenggarakan pemebukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan
perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan
terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto
dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang.
Pengertian pembukuan yaitu
proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang:
1.Keadaan harta
2.Kewajiban atau hutang
3.Modal
4.Penghasilan dan biaya
5.Harga perolehan dan penyerahan
barang/jasa yang:
a.Terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
b.Tidak terutang PPN
c.Dikenakan PPn dengan tarif 0%
d.Dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
Pembukuan ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba/rugi pada setiap akhir
Tahun Pajak. Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:
1.Wajib Pajak (WP) Badan
2.WP Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan/pekerjaan bebas (dengan peredaran bruto diatas Rp. 600.000.000 (enam ratus juta per tahun)
1.2 Pencatatan
Pengertian
pencatatan yaitu pengumpulan
data secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Pencatatan dapat
dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang diperkenankan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto, yaitu WP Orang Pribadi yang perderan brutonya
dibawah Rp. 600.000.000 (enam ratus
juta per tahun).
Syarat-syarat
penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan adalah sebagai
berikut:
1.Diselenggarakan
dengan memerhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.
2.Pembukuan
sekurang-kurangnya terdiri atas catatan yang dikerjakan secara teratur tentang
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
3.Peralatan terdiri
atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan
bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan
pajak bersifat final.
4.Diselenggarakan di
Indonesia dengan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun
dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Mentri
Keuangan.
5.Buku, catatan dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
secara program aplikasi online Wajib Pajak, harus disimpan selama 10 (sepuluh)
tahun ditempat tinggla; Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.