Allah Bless me all The Time...
Tampilkan postingan dengan label Perpajakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perpajakan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Maret 2012

Contoh Kasus Koreksi Fiskal


PT. A mempunyai penghasilan neto fiskal 2006 sebesar Rp. 500.000.000. Tahun lalu PT. A menglami kerugian sebesar Rp. 150.000.000. Pajak yang dapat dikreditkan adalah:
PPh 22: Rp. 9.000.000
PPh 23: Rp. 7.000.000
PPh 24: Rp. 5.000.000
Selama tahun 2006 PT. A membayar angsuran PPh 25 sebesar Rp. 10.000.000
Pertanyaan:
1.      Hitunglah besarnya pajak terutang?
2.      Berapa besarnya pajak yang dapat diperhitungkan PT. A sebagai kredit pajak?
3.      Hitung;ah besarnya PPh kurang/lebih bayar
4.      Buatlah jurnal yang dibuat PT. A
Jawaban:
1. Penghasilan neto fiscal                                                        Rp. 500.000.000
    Kompensasi kerugian                                                          Rp. 150.000.000
    Penghasilan kena pajak                                                       Rp. 350.000.000
    Pajak terutang:
            10% x Rp.  50.000.000                                               Rp.    5.000.000
            15% x Rp.  50.000.000                                               Rp.    7.500.000
            30% x Rp. 250.0000.000                                            Rp.   75.000.000
            Jumlah pajak terutang                                                 Rp.   87.500.000
2. Kredit pajak PT. A = PPh 22 + PPh 23 + PPh 24 + PPh 25
                                    =  9.000.000 + 7.000.000 + 5.000.000 + 10.000.000 = 31.000.000
           
a. PPh terutang                                                Rp. 87.500.000
               Kredit pajak                                                 Rp. 31.000.000
                        PPh kurang bayar                                Rp. 56.500.000
b. Jurnal yang dibuat PT. A
                        PPh Badan                  87.500.000
            `                       PPh 22 dibayar dimuka           9.000.000
                                    PPh 23 dibayar dimuka           7.000.000
                                    PPh 24 dibayar dimuka           5.000.000
                                    PPh 25 dibayar dimuka           10.000.000
                                    Utang PPh 29                          56.500.000
            Jurnal saat pembayaran PPh kurang bayar:
                        Utang PPh 29              56.500.000
                                    Kas                                          56.500.000
Read more »»  

Koreksi Fiskal


Koreksi fiskal adalah koreksi terhadap penghasilan netto komersial yang terdapat dalam laporan laba rugi dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya. Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (berdasarkan UU  Nomor 17 tahun 2000), maka sebelum  menghitung Pajak Penghasilan yang terhutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2000. Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Koreksi Fiskal terdiri dari :
v  Koreksi fiskal positif
Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.


Koreksi fiskal positif diantaranya:
a.   Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
b.   Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
c.   Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
d.   Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
e.   Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
v  Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiscal negative dalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurrun.
Koreksi fiskal negatif diantaranya :
a. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
2.1 Jenis – jenis Koreksi Fiskal
Jenis koreksi fiskal merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 17 Tahun 2000) yaitu terdiri dari :
1.      Beda Tetap (Permanent Differences)
Adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.
Menurut  akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya  dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehinggam dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terhutang. Misalnya ; Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh final oleh Bank sebesar 20%
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya)  sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2000, misalnya:
-          Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
-          Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
-          Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
-          Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainmen, daftar nominatif atas  penghapusan piutang).
2.      Beda Waktu (Timing Differences)
Adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Misalnya metode penyusutan fiskal lebih besar daripada penyusutan komersial namun di akhir tahun jumlah penyusutan menurut fiskal dan komersial akan menjadi sama.
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan  laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
 Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·      Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·         Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
·         Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPhmetode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
·         Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
·         dan sebagainya
 Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Read more »»  

Bentuk dan Tata Cara Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi



Ø  Yang boleh menyelenggarakan Pencatatan
Pencatatan wajib dilakukan oleh:
a.       Wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperolehkan mehitung penghasilan neto dengan mengguanakan NormaPenghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU Pajak Penghasilan.
b.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ø  Syarat-syarat Pencatatan
1.      Pencatatn harus dibuat secara lengkap dan benar, sertadidukung dengan dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
2.      Pencatatan dalam suatu Tahun pajak meliputi jakngka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1 Januri sampai dengan 31 Desember.
3.      Pemcatatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan haruis disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan selama 10 tahun terhiting sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
4.      Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara tertaur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
5.      Pencatatan sebagaimana harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, sehingga dapat dihitung besarntya pajak terutang.
6.      Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usahah dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari massing-masing jenis usaha dan/atau trempat usaha yang bersangkutan.
Ø  Tata Cara Pencatatan
1.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usahaatau pekerjaan harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto, dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, dengan bentuk tata cara sebagaimana yag ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Read more »»  

Pembukuan dan Pencatatan Pajak (2)


Pengecualian Pembukuan dan Pencatatan
Wajib Pajak yang di kecualikan dari kewajiban penyelenggarakan pembukuan dan melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan
1.      Tujuan Pembukuan adalah untuk mempermudah:
·         Pengisian SPT
·         Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
·         Penghitungan PPN dan PPnBM
·         Mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas
2.      Tujuan Pencatatan adalah untuk mempermudah:
·         Pengisian SPT
·         Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
·         Penghitungan PPN dan PPnBM
Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online Wajib Pajak, harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahin di Indonesia dengan ketentuan;
1.      WP Orang Pribadi, ditempat kegiatan atau tempat tinggal
2.      WP Badan, di tempat kedudukan
Perubahan Tahun Buku dan Metode Pembukuan
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.Perubahan tahun buku dan perubahan metode pembukuan harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Read more »»  

Pembukuan dan Pencatatan Pajak

Pembukuan/Pencatatan Pajak
1.1 Pembukuan
Kewajiban pembukuan menurut peraturan Perundang-undangan perpajakan telah diatur dalam Pasal 28 tentang Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada prinsipnya Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib  Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pemebukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
Pengertian pembukuan yaitu proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang:
1.      Keadaan harta
2.      Kewajiban atau hutang
3.      Modal
4.      Penghasilan dan biaya
5.      Harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang:
a.       Terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b.      Tidak terutang PPN
c.       Dikenakan PPn dengan tarif 0%
d.      Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba/rugi pada setiap akhir Tahun Pajak. Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:
1.      Wajib Pajak (WP) Badan
2.      WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan/pekerjaan bebas (dengan peredaran bruto diatas Rp. 600.000.000 (enam ratus juta per tahun)
1.2 Pencatatan
Pengertian pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Pencatatan dapat dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang diperkenankan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, yaitu WP Orang Pribadi yang perderan brutonya dibawah Rp. 600.000.000 (enam ratus juta per tahun).
Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan adalah sebagai berikut:
1.      Diselenggarakan dengan memerhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2.      Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan yang dikerjakan secara teratur tentang catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
3.      Peralatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak bersifat final.
4.      Diselenggarakan di Indonesia dengan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Mentri Keuangan.
5.      Buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online Wajib Pajak, harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun ditempat tinggla; Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Read more »»