Koreksi fiskal adalah koreksi terhadap
penghasilan netto komersial yang terdapat dalam laporan laba rugi dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya. Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut
perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2000), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terhutang,
terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi
fiskal sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2000. Dengan demikian, untuk keperluan
perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup
membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada
waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi
fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun
terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Koreksi Fiskal terdiri dari :
v Koreksi fiskal positif
Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian
yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif
diantaranya:
a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan
kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai
pengurang PKP
c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti
penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak
e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang
sudah dikenakan PPh Final
v Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiscal negative dalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan
menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan
menurrun.
Koreksi fiskal negatif
diantaranya :
a. Biaya yang
diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih
amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
b. Penghasilan
yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
c. Penghasilan
yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
2.1 Jenis – jenis Koreksi
Fiskal
Jenis koreksi fiskal merupakan jenis-jenis
perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 17 Tahun
2000) yaitu terdiri dari :
1.
Beda Tetap (Permanent Differences)
Adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau
biaya berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.
Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan
PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen
yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia.
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan,
sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehinggam dipisahkan (tidak
perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terhutang.
Misalnya ; Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah
dipotong PPh final oleh Bank
sebesar 20%
Menurut akuntansi komersial merupakan beban
(biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan (Pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2000, misalnya:
-
Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh
penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
-
Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
-
Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan
kenaikan.
-
Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat
dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar
nominatif biaya entertainmen, daftar nominatif atas penghapusan piutang).
2. Beda Waktu (Timing
Differences)
Adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini
mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun
pajak ke tahun pajak lainnya. Misalnya metode penyusutan fiskal lebih besar
daripada penyusutan komersial namun di akhir tahun jumlah penyusutan menurut
fiskal dan komersial akan menjadi sama.
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan
akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan
koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·
Penerimaan penghasilan cash
basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan
tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip
matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh,
penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan
biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
·
Perbedaan metode
penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
·
Perbedaan metode penilaian
persediaan, dimana menurut Undang-undang PPhmetode
penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
·
Penyisihan piutang tak tertagih,
dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak
diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
·
dan sebagainya
Koreksi atas beda
waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan
diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya.
Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan
koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan
berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif
maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar