Dalam
menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk
memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Pengendalian Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan
tersebut. Walau keuntungan yang
diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etik".
2.
Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis
disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun
demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki
akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam
dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis
seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku
bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dankeadaan saat
sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa
datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan
besar.
6. Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku
bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
7. Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece"
dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data
yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta
memberikan "komisi"
kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep
etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya
semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan"
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur"
satu semi satu.
10. Memelihara
Kesepakatan
Memelihara
kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa. Memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya
sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari
etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan
tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis
serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan
dapat diatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar